Sabtu, 10 November 2012

Kunjungan Kerja Komisi III dan IV ke Kota Bekasi


KUNJUNGAN KERJA
KOMISI III DAN IV DPRD MANDAILING NATAL KE KOTA BEKASI
8 NOVEMBER 2012




 Kamis (8/11), Komisi III dan Komisi IV DPRD Mandailing Natal berkunjung ke DPRD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Selain Ketua Komisi III, H. Binsar Nasution dan Ketua Komisi IV, Harminsyah Batubara, bersama rombongan juga hadir Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH, anggota Komisi Edi Anwar Nasution, Erwin Efendi Lubis, M. Parlaungan Nasution, Arsidin Batubara, serta Sekwan H. Zulkarnaen Siregar, MM.
Kunjungan ke kota patriot Bekasi ini, memang sudah direncanakan sejak awal. Pemilihan Bekasi sebagai daerah Kunjungan Kerja Luar Daerah Luar Provinsi kali ini bukan tanpa alasan. Bekasi memang sarat dengan lintasan sejarah. Jayagiri sebagai ibu kota Kerajaan Taruma Negara, berada dalam wilayah Kota Bekasi. Pada masa Belanda, kawasan ini termasuk dalam Distrik Meester Cornelis. Jatinegara sebagai kota perjuangan yang berada di kawasan ini, menjadi amat terkenal dalam lagu-lagu perjuangan Ismail Marzuki. Kabupaten Jatinegara berubah menjadi Kabupaten Bekasi melalui pernyataan sikap 40 ribu penduduk yang meminta bergabung ke Republik Indonesia tahun 1950.
Di masa sekarang, Indeks Pengembangan Manusia Kota Bekasi mencapai rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yang diukur berdasarkan tingkat harapan hidup, tingkat baca tulis, dan PDB sebagai pendapatan perkapita.
Dengan visi Bekasi Cerdas, Sehat dan Ikhsan, Kota Bekasi meningkatkan akses terhadap dunia pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan dan menjalankan pemerintahan Good Governance. Di bidang Layanan Kesehatan misalnya, RSUD Kota Bekasi meminta jaminan 10% kapasitas Ruang Rawat Kelas III dari setiap rumah sakit swasta untuk menampung keluarga miskin. Dengan begitu, RS Swasta akan menampung 100-150 pasien keluarga miskin setiap bulannya, yang dananya diambil dari Jamkesda.
Di bidang pendidikan, Kota Bekasi juga mendeklarasikan anti korupsi dan anti narkoba serta mengembangkan model kantin kejujuran. Selain itu, SMA Negeri 1 Bekasi dan SMK Negeri 3 Bekasi juga meraih peringkat tertinggi rata-rata perolehan Ujian Nasional Tahun 2012.
Berbagai capaian itu, mendorong Komisi III dan Komisi IV DPRD Mandailing Natal melakukan kunjungan kerja ke Kota Bekasi. Rombongan disambut Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi. Selama beberapa jam, berlangsung pertemuan yang penuh silaturrahmi antara rombongan DPRD Madina dengan anggota perwakilan DPRD Kota Bekasi.


Kunker Komisi IV ke Kota Binjai


KUNJUNGAN KERJA
KOMISI IV DPRD MANDAILING NATAL KE KOTA BINJAI
18-22 SEPTEMBER 2012



Kamis (20/09), Rombongan Komisi IV DPRD Mandailing Natal diterima di Aula DPRD Kota Binjai Propinsi Sumatera Utara. Dalam lawatan Kunjungan Luar Daerah Dalam Propinsi itu, selain Ketua Komisi IV, Harminsyah Batubara, bersama rombongan juga ikut Ketua DPRD Madina, As Imran Khaitamy Daulay, SH, sekwan H. Zulkarnaen Siregar, MM serta anggota Komisi IV lainnya seperti Edi Anwar Nasution dan Erwin Efendi Lubis.  Rombongan ini langsung diterima wakil ketua DPRD dan Komisi IV DPRD Kota Binjai.
Kunjungan ini diniatkan sebagai upaya menggali informasi tentang berbagai konsep pemberdayaan rakyat untuk dapat dimodifikasi bagi kontekstualitas Mandailing Natal. Misalnya peningkatan sarana dan layanan kesehatan.
Pemilihan Kota Binjai menjadi hal yang patut menjadi rujukan. Selain relatif memiliki kesamaan anggaran dengan Mandailing Natal, Kota Binjai juga memiliki pengalaman dalam pengelolaan sarana dan layanan kesehatan. Misalnya, dengan tiga rumah sakit dan 255 kapasitas tempat tidur, Kota Binjai mampu memberikan layanan kesehatan yang memadai bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah itu. Selain itu di sana juga masih terdapat 7 puskesmas, 17 puskesmas pembantu, BKIA dan poliklinik serta Layanan Posyandu di 238 unit.
Pusat-pusat layanan kesehatan itu dikelola oleh 33 dokter umum, 33 orang dokter gigi, 24 orang analis, 80 orang tenaga medis bidan, 184 orang perawat umum, dan 23 orang perawat gigi.
Jamkesmas, Jamkerda, Jampersal, dan layanan askes menjadi perhatian penting di Kota Binjai. Karena itu, layanan ini diatur dalam perda khusus. Perda itu mengatur mulai dari masalah layanan, anggaran, jasa medis, belanja barang, klaim, dan lain-lain. Puskesmas misalnya boleh melayani pasien Jampersal, seluruh pemasukan harus lewat PAD yang syah, dan ada Tim Monitoring yang senantiasa bekerja profesional. Perda tersebut selain untuk melindungi hak-hak sosial warga negara, juga bertujuan untuk melindungi rumah sakit agar terhindar dari pelanggaran peraturan keuangan. Selain itu, Badan Pengawas Rumah Sakit juga dituntut peran aktifnya. Dengan begitu, anggaran senilai 1,5 milyar yang disiapkan untuk layanan kesehatan ini bisa signifikan dengan tujuan yang ingin diraih, yakni mensejahterakan rakyat.
Berbagai kasus Demam Berdarah dan Malaria juga menjadi perhatian Kota Binjai. Penyemprotan misalnya, segera dilakukan begitu ditemukan titik tertentu.  Penyemprotan hanya dilakukan di titik terjangkit saja, bukan di semua wilayah kota.
Selain itu, RS (termasuk swasta) sepatutnya juga menjalin kerja sama dengan bidan-bidan swasta. Dengan begitu, RS swasta juga bisa dirujuk oleh bidan-bidan swasta. Selain itu, juga diperlukan sosialisasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang layanan Jampersal. Jampersal tidak mengenal batas-batas domisili. Semua warga negara berhak atas layanan Jampersal, KTP mana pun yang digunakannya.
Berbagai kondisi itu, Komisi IV DPRD Mandailing Natal patut menduplikasi dan memodifikasi kemajuan-kemajuan layanan kesehatan itu bagi daerah Mandailing Natal sesuai dengan karakteristik daerah yang kita miliki. Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH mengatakan, “Saya yakin, dengan kondisi Mandailing Natal saat ini, bukan hal yang sulit bagi kita untuk meningkatkan sarana dan layakan kesehatan di Mandailing Natal,” katanya.
Di akhir kunjungan, Ketua Komis IV DPRD Mandailing Natal, Harminsyah Batubara memberikan cendera mata berupa miniatur Gordang Sambilan yang diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kota Binjai. “Ini miniatur Gordang Sambilan, yang dulu sempat diklaim Malaysia,” katanya bercanda.

Minggu, 30 Oktober 2011

Rapat Komisi I dengan Disdik


RAPAT KOMISI I DENGAN DISDIK DAN BKD


Panyabungan (6/10)

Komisi I DPRD Mandailing Natal hari ini melakukan rapat kerja dengan Badan Kepegawaian Daerah dan Dinas Pendidikan Mandailing Natal. Rapat kerja ini bertujuan untuk menindaklanjuti berbagai isu aktual di lingkungan pendidikan, terutama menyangkut pemberdayaan dan peningkatan mutu pendidikan, sesuai dengan visi-misi Bupati Mandailing Natal, HM Hidayat Batubara, SE tentang Pendidikan Gratis.
Beberapa persoalan yang dibawas antara lain masalah pemerataan guru antara kawasan perkotaan dengan daerah terpencil. Sebagaimana diketahui, banyak sekolah-sekolah di kawasan terpencil yang masih kekurangan guru dan sarana prasarana belajar. Misalnya ada sekolah yang hanya memiliki kepala sekolah dan seorang guru PNS. Selebihynya hanya diisi guru honorer yang diangkat dari penduduk sekitar. Dengan jumlah guru yang cukup, idealnya mutu pendidikan di Mandailing Natal dapat ditingkatkan dengan signifikan.
Rapat yang dibuka Ketua Komisi I, HM Ja’far Rangkuti itu dihadiri anggota komisi dan jajaran Dinas Pendidikan. Di antara mereka yang hadir antara lain Kadis Pendidikan, H. Imron Lubis, MM, Kabid Dikdas Jamila Harahap, SH, Kabid Dikmenumjur Mustamin Nasution, MM, Kabid PLS, dan Kabid Program.
Untuk mengatasi distribusi guru, Anggota Komisi I, Dodi Martua mengusulkan agar guru-guru yang bertugas di daerah terpencil diberikan insentif atau tunjangan khusus. Bahkan kalau perlu, penugasan minimal lima tahun di daerah terpencil dijadikan prasyarat untuk pengangkatan kepala sekolah. Selain itu juga berkembang usul agar ke depan, pelamaran CPNS langsung memformulakan sekolah-sekolah mana saja yang kosong, sehingga di berkas usulan pelamaran CPNS, langsung diisikan di sekolah mana dia akan bertugas. Dengan begitu, tidak lagi terjadi CPNS berebut ke kota setelah mereka diterima sebagai CPNS.
Sekretaris Komisi I, Iskandar Hasibuan menyoroti beberapa oknum guru dan kepala sekolah di daerah terpencil yang sering ingkar tugas. Menurut beliau, harus ada langkah-langkah yang tegas dan cerdas untuk menyikapi persoalan ini, termasuk dengan mengefektifkan fungsi pengawas sekolah. Beliau juga menambahkan bahwa sesuai dengan kemajuan pendidikan di kabupaten Tapanuli Tengah, berbagai iuran pendidikan tetap sah, sepanjang transparan dan tidak membebani siswa yang tidak mampu. “Jangan anak orang kaya pun gratis,” katanya.

Kunker Komisi I ke Sibolga


DARI KUNKER KOMISI I DPRD MADINA KE SIBOLGA


Mandailing Natal memang harus banyak belajar dari kabupaten mana saja yang sudah lebih dulu maju. Karena itu, Selasa (20/9) Komisi I DPRD Madina melakukan kegiatan kunjungan kerja ke Kabupaten Tapanuli Tengah. Rombongan yang dipimpin M. Ja’far Rangkuti itu langsung melakukan pertemuan dengan pimpinan DPRD Kabupaten Tapteng di gedung dewan. Selesai dialog, dilanjutkan dengan studi banding ke SMP Negeri 2 Pandan Nauli. Selain disambut oleh Kepala Dinas Pendidikan Tapteng, juga disambut kepala sekolah, Anwar Said, S.Pd.
Studi Banding ke sekolah unggulan ini bukan tanpa maksud. Selain untuk melihat langsung berbagai keunggulannya, juga diniatkan untuk dijadikan bahan kajian untuk memajukan pendidikan di kabupaten Madina. Sebab, harus diakui, 12 tahun Madina, masih perlu banyak belajar dari kabupaten lain yang sudah lebih tua. “Hanya dengan melakukan berbagai terobosan, kita bisa mempercepat pembangunan di kawasan ini. Dengan berbagai potensi yang kita miliki, terutama di bidang pendidikan, kita yakin kemajuan pendidikan di Mandailing Natal masih dapat kita percepat,” demikian komentar M.Jafar Rangkuti, ketua Komisi I.
“Itu semua tergantung nawaitu dan pimpinannya,” timpal Iskandar Hasibuan, sekretaris Komisi I. “Apapun yang akan kita lakukan tidak akan bermanfaat selama tidak didukung dengan niat baik dan profesionalisme jajaran manajerial dinas pendidikan.”
Ir. Wildan Nasution, wakil ketua Komisi I, menambahkan, “Pemerintahan baru Madina harus mampu menunjukkan komitmen pemberdayaan pendidikan di kawasan ini. Sudah saatnya kita melakukan perubahan yang lebih signifikan dengan upaya-upaya yang lebih nyata, bukan cuma polemik.”
“Sejak awal kita yakin dengan niat baik pemerintahan baru ini,” H. Martua Nasution LC, MA, anggota Komisi I mewakili PKS, menambahkan. “Mudah-mudahan Pak Dayat tidak ceroboh dengan memilih manajerial yang tidak tepat. Kalau itu sempat terjadi, kita akan sangat malu kepada rakyat.”
Ir. Zubeir Lubis lain lagi. Katanya, “Harus ada revolusi pendidikan di Madina. Kita harusnya malu, anak-anak cerdas Madina sekolah di daerah lain, karena mutu pendidikan di sini rendah.”
“Banyak yang bisa kita lakukan,” Dodi Martua, S.Pi. menimpali. “Asal Komisi I juga tetap tegas mengawal kebijakan pendidikan. Jangan semangatnya pada saat kunjungan saja.”
“Rapat-rapat rutin dengan jajaran Dinas Pendidikan harus kita perbanyak,” demikian usul Sahirman, SP, anggota Komisi I mewakili PAN.
Rahmad Risky dari Fraksi Demokrat setuju. Katanya, “Pendidikan harus dikawal, jangan seperti selama ini.”
Kunjungan ke SMP Negeri 2 Pandan Nauli memang membuat haru. Betapa tidak, dengan anggaran yang amat kecil dan gedung yang teramat sederhana, sekolah yang baru berusia sembilan tahun itu dapat meraih berbagai keberhasilan. Sekolah yang berakreditasi A dengan skor 92,54 itu meraih Juara I Siswa Berprestasi Tingkat Kabupaten, Juara 1, 2, 3 Olimpiade IPS Tingkat Kabupaten, Juara 6 Olimpiade Fisika Tingkat Provinsi, Juara 1 dan 2 Olimpiade Biologi Tingkat Kabupaten, dan Juara 2 LIPR tingkat Nasional. Selain itu, sekolah ini juga memiliki rata-rata UN 9,00 sehingga meraih peringkat 1 perolehan nilai UN tingkat kabupaten.
Di bidang non akademik, SMP Negeri 2 Pandan Nauli juga mengukir prestasi yang membanggakan. Misalnya, Juara 4 Tingkat provinsi untuk lomba Lingkungan Hidup dan Juara 2 Tingkat Nasional Lomba Karate. Itu belum lagi kejuaraan tingkat kabupaten kota dalam bidang gerak jalan, vokal group, seni lukis, story telling, cipta lagu, catur, bulu tangkis, tenis meja, tari kreasi, vokal solo, menulis cerpen, dan baca Al Qur’an.
Coba bandingkan dengan sekolah-sekolah tua di Mandailing Natal! Prestasi nasional apa yang bisa kita raih! Rata-rata kelulusan memang naik setiap tahun. Tapi semua tahu, sekolah mana yang tidak membagikan kunci jawaban kepada peserta UN. Lebih dari itu, rata-rata sekolah kita cuma akreditasi C.
Kabag Humas DPRD Madina, Drs. Askolani, menimpali, “Coba bandingkan dengan abad 19, ketika Kweekschool Tano Bato dikelola Willeam Iskander. Lulusannya bisa menguasai lima bahasa, belasan orang di antaranya jadi penulis buku. Bahkan ketika peserta didik ujian akhir sekolah, gubernur Sumatera turun melihat, juga menteri pendidikan kolonial. Bayangkan, itu di Mandailing, di masa kolonial, jauh sebelum merdeka. Sekarang, 66 tahun merdeka dan 12 tahun Madina, pendidikannya tetap bobrok. Saya setuju revolusi pendidikan di Madina, mulai dari revolusi kebijakan, revolusi anggaran, revolusi manajerial, revolusi sistem pendidikan daerah, sampai revolusi sistem pembelajaran. Kalau begini terus, kapan majunya?”


Pansus SMM Terbentuk


PANSUS SMM DPRD MADINA TERBENTUK


Kamis (30/6), Pansus DPRD Madina melakukan pertemuan dengan Manajemen PT. Sorik Mas Mining (SMM). Acara yang berlangsung di ruang rapat pansus itu dihadiri manajemen PT SMM yang diwakili oleh General Maneger PT SMM dan GM Corporated Development, Paul Du Plessis. Selain itu, ia juga didampingi tim SMM lain, yakni Irwanto (geologist), M. Zainur Arifin (Kepala Teknik Tambang), Atok Kuntarto (geologist), Taruli EP (Safety), dan Panyahatan (Security).
Pansus dihadiri oleh ketua Pansus SMM, H. A. Riyadi Husnan, LC, Ir. Wildan Nasution (Wakil Ketua), . Bakhri Efendi Hasibuan, SH (Wakil Ketua), Iskandar Hasibuan (Sekretaris), dan anggota: Binsar Nasution, Ilyas Siswadi, S.Pd., Ir. Ali Mutiara Rangkuti, H. Sobirin Rangkuti LC, HM. Jakfar Skuhairy, Ja’far Siddiq Nasution, Arsidin Batubara, Drs. Irwan Nasution, Ir. Abd. Kholil Nasution, Hj. Riadoh Rangkuti, H. Amiruddin Nasution, dan Zulkarnen Nasution, SE.
Pansus yang terbentuk pasca konflik sosial masyarakat Huta Godang Muda sekitar dengan PT SMM pada 29 Mei yang lalu, terbentuk karena keprihatinan DPRD Mandailing Natal atas dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Konflik yang menyebabkan terbakarnya kamp PT SMM dan tertembaknya seorang warga itu telah membuka dimensi baru atas keberadaan perusahaan pertambangan yang sebagian sahamnya dimiiki Australia itu. Konflik itu bukan hanya menyangkut aspek hukum saja, tetapi juga aspek sosial, terutama bagi warga sekitar. Apalagi amat disayangkan, sesuai dengan press rilis DPRD Mandailing Natal tanggal 9 Juni yang lalu, Pemkab Mandailing Natal tampak gagal memproteksi hak dan kedaulatan ekonomi yang melekat pada rakyat yang telah dijamin UUD 45.
Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH menyampaikan bahwa Pansus SMM sekurang-kurangnya bertujuan untuk memperoleh masukan tentang 1) kebijakan investasi yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berkeadilan, 2) dampak sosial dan lingkungan yang mungkin ditimbulkan atas investasi, 3) jaminan atas kehidupan yang berkeadilan bagi masyarakat sekitar dan Mandailing Natal, 4) kontribusi investasi terhadap pembangunan daerah, dan tentu juga 5) rekomendasi atas solusi, kebijakan, dan keberlanjutan PT SMM.
Pansus yang mulai bekerja tanggal 14 Juni yang lalu, telah memanggil berbagai pihak untuk memperoleh informasi. Mulai dari Pemkab Mandailing Natal, Polres Madina, dan tentu juga manajemen PT SMM yang  berlangsung hari ini.
Dalam sidang Pansus beberapa anggota meminta informasi seputar keberadaan nyata PT SMM, mulai dari perizinan, hak pakai atas TNBG, nilai investasi, cadangan emas, dan berbagai kebijakan PT SMM lain.
Manajeman PT SMM secara umum menyampaikan bahwa perusahaan itu hanya seperempat dari besarnya perusahaan tambang lain, Freport misalnya. Juga tidak benar katanya kalau perusahaan itu telah memasuki tahap ekploitasi. Mereka juga mengaku kewalahan atas banyaknya tuntutan bantuan sosial kepada masyarakat, padahal PT SMM masih dalam tahap eksplorasi, belum produksi. Masyarakat menurut mereka tidak sabar.
Manajemen SMM juga menjelaskan rumitnya perizinan yang mereka jalani terutama karena menyangkut blok non-aktif kawasan hutan lindung. Juga tentang besarnya biasa ekplorasi yang diperkirakan menyita dana USD 19.806. Pada tahap produksi nanti, sebanyak USD 235/kg akan dibayarkan sebagai royalti setelah tahap produksi di atas >2000 kg. Itu belum termasuk CSR (Program Pengembangan Masyarakat.
Sebaliknya, peserta Pansus mempersoalkan seringnya SMM berganti manajemen yang diduga hanya akal-akalan untuk mengkelabui janji-janji yang diberikan. SMM juga tidak transparan atas cadangan emas yang ada di wilayah eksplorasi perusahaan itu. Manajemen SMM juga tampak tidak terbuka dan kurang mampu bersosialisasi dengan berbagai elemen di luar perusahaan itu. Berbagai kekurangan itu dinilai sebagai faktor yang mendorong timbulnya bentrok sosial beberapa hari yang lalu.

Komisi I Tinjau UN SD

KOMISI I DPRD MADINA TINJAU PELAKSANAAN UN SD


Komisi I DPRD Mandailing Natal, Selasa (10/5) melakukan kunjungan ke beberapa sekolah penyelenggara UN untuk SD. Tujuannya tentu untuk meninjau langsung bagaimana penyelenggaraan UN SD T.P.  2010/2011 di Kabupaten Mandailing Natal. Hadir dalam kunjungan ini M. Jafar Rangkuti, Iskandar Hasibuan, Dodi Martua, S.Pi., H. Maratua Nasution, Lc., MA, Ir. Wildan Nasution, Sahirman, SP, Rahmad Risky, Ir. Zubeir Lubis, dan Aminah Ismail Lubis, SH.
Beberapa sekolah yang dikunjungi tampak kesibukan panitia mengawal proses pelaksanaan UN. Di SD Negeri 076 Panyabungan misalnya, 97 murid peserta UN dibagi dalam lima Ruang Ujian. Sekolah yang dipimpin Hj. Nirwana Elita, S.Pd. ini yakin para anak didiknya akan mampu menjawab soal-soal yang dibagikan. Apalagi kondisi ruang ujian juga sudah dibuat senyaman mungkin. Hal yang sama juga diakui kepala sekolah SD Negeri 078 Panyabungan, tetangganya. Dengan 58 peserta UN, sekolah ini yakin akan dapat mensukseskan UN kali ini.
Jumlah peserta UN terbanyak tampak di SD Negeri No. 088 Panyabungan. Dengan 64 orang laki-laki dan 80 orang perempuan, sekolah ini sudah tentu menjadi sekolah dengan peserta ujian terbanyak di Mandailing Natal. Apalagi jumlah dan gurunya memang ribuan. Meskipun begitu, kepala sekolahnya, Palan Nasution, S.Pd. yakin akan dapat menyelenggarakan UN kali ini tanpa kendala. Tentu saja karena menurut beliau semuanya sudah dipersiapkan sejak awal.
Banyaknya peserta ujian kali ini juga tampak di SD Negeri No. 081 Panyabungan. Dengan 115 peserta UN, sekolah yang dipimpin Drs. Syaiful Syafri, MM ini yakin semuanya sudah terkoordinir sedemikian rupa. “Insyaallah, dengan berbagai persiapan beberapa bulan terakhir, murid-murid kita akan mampu menjawab soal-soal yang diberikan,” katanya.
UN memang selalu menjadi ajang tahunan tiap sekolah. Sistem ujian akhir yang diatur dalam POS UN SD/SD/SLB Tahun 2011 ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan terutama karena sekolah sudah berhak menentukan kelulusan peserta didik, tidak lagi sepenuhnya ditentukan hasil UN. Dengan begitu, nilai murni mata ujian Bahasa Indonesia (50 butir soal), Matematika (40 butir soal), dan IPA (40 butir soal) yang diujikan selama tiga hari, tidak lagi satu-satunya yang menentukan kriteria kelulusan. Kelulusan dari satuan pendidikan juga ditentukan oleh nilai “minimal-baik” pada beberapa kelompok mata pelajaran serta lulus ujian sekolah. Dengan begitu, sesuai dengan ketentuan Badan Standar Nasional Pendidikan, 40% kelulusan ditentukan oleh nilai rapor. Sisanya, 60% dari nilai hasil UN yang di-scanning dari LJK peserta didik dengan software yang sepenuhnya disediakan BSNP dan Puspendik.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi I DPRD Madina, Iskandar Hasibuan mengatakan bahwa sistem UN tahun ini sudah lebih toleran terhadap kondisi peserta ujian. “Jangan seperti dulu, semua didominasi Jakarta,” katanya. “Tidak mungkin disamakan sekolah di kota dengan sekolah di daerah terpencil yang berbeda sarana belajar, berbeda kompetensi pendidik, dan berbeda motivasi belajar peserta didiknya.” Pendidikan yang baik memang pendidikan yang senantiasa memperhatikan perbedaan konteks sosialnya, toleran terhadap perbedaan karakter, bukan menyeragamkan begitu saja.

Kunker Baleg DPR Merangin


KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI
DPRD KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI
DI MANDAILING NATAL

Kamis, 14 April 2011, DPRD Mandailing Natal menerima kunjungan kerja Badan Legislasi DPRD Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Rombongan ini diterima Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH.  dan Ketua Baleg, Binsar Nasution, A.Md. Bersama mereka juga hadir Wakil Ketua DPRD Mandailing Natal, Fahrizal Efendi Nasution, dan beberapa anggota Beleg: Edi Anwar, Erwin Efendi Lubis, H. Samsul Anwar Lubis, Iskandar Hasibuan, SE, Mangaraja Parlaungan, SP, Ir. H. Ali Makmur Nasution, Sahirman, SP, dan Ir. Abd. Kholil Nasution.
Kunjungan kerja DPRD Kab. Merangin ini bertujuan untuk studi banding mengenai “Perda Inisiatif yang  berkaitan dengan Budaya dan Adat Istiadat.” Selain itu, 21 rombongan DPRD Kab. Merangin ini juga untuk menjajaki bagaimana penerapan perda yang dimaksud dalam penetapan buku muatan lokal dalam dunia pendidikan. Karena itu, acara yang berlangsung di Ruang Pansus DPRD Mandailing Natal ini juga dihadiri utusan Dinas Pendidikan.
Dalam sambutannya, Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH menyampaikan harapannya agar pertemuan tersebut dapat kiranya meninggalkan nilai-nilai pencerahan bagi kabupaten Madina dan Kab. Merangin, dan tentu juga menumbuhkembangkan dua kabupaten. Beliau juga menyampaikan bahwa Mandailing Natal yang baru berusia 12 tahun memang tampak masih tertinggal secara fisik karena sempat lama terabaikan ketika masih bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Karenanya, menurut beliau, banyak hal yang harus dibangun dan meraih pencerahan dari kabupaten mana saja.
Kabupaten Merangin hampir sama kondisinya dengan kabupaten Mandailing Natal. Luas wilayah 7.630 m2 dengan 60% dataran rendah dan 40% dataran tinggi. Dengan APBD 562 milyar, PAD 35 milyar, dan laju ekonomi 5,6% pertahun, kabupaten ini idealnya lebih mampu mensejahterakan penduduknya yang hanya 315.000 jiwa. Bandingkan dengan penduduk Mandailing Natal yang 417.000 jiwa, APBD 590 milyar dan PAD 25 milyar.
Rombongan DPRD Kabupaten Merangin ini selain diikuti anggota Badan Legislasi, juga diikuti Ketua Lembaga Adat Kabupaten Merangin, Asmawi dan  Ketua KNPI, Ridwan. Mereka mengeluhkan semakin terkesampingkannya budaya asli Merangin karena banyaknya masuk budaya luar. Banyak sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat Merangin yang tampaknya semakin tak tersentuh budaya asli mereka. Karenanya, mereka ingin belajar dari Kabupaten Mandailing Natal, yang—selain telah memiliki perda tentang berbagai perlindungan budaya (perda wajib baca qur’an, perda tentang busana muslim, dan perda tentang pemberantasan maksiat)—DPRD kabupaten Mandailing juga menetapkan perda tentang penerapan adat istiadat dalam dunia pendidikan tahun 2007.
Hal yang sama juga disampaikan utusan Dinas Pendidikan. Beliau mengatakan bahwa sekolah-sekolah di Mandailing Natal sudah memiliki buku muatan lokal yang mengupas adat dan budaya Mandailing. Buku muatan lokal tersebut katanya sudah lama digunakan dan telah ditemukan di toko buku yang ada di Mandailing Natal. Buku yang dimaksud, “Mengenal Lebih Dekat Mandailing Natal untuk Kelas IV, V, dan VI SD” yang disusun Drs. Askolani, langsung diserahkan kepada ketua rombongan DPRD Merangin yang katanya akan memodifikasinya untuk kebutuhan buku muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di kabupaten itu.

Komisi IV ke Sarak Matua

KUNJUNGAN KOMISI IV DI SARAK MATUA

Selasa, 12 April 2011, Komisi IV DPRD Mandailing Natal mengunjungi keluarga prasejahtera di desa Sarak Matua Kecamatan Panyabungan Kota. Hadir dalam rombongan ini, Ketua Komisi IV DPRD Mandailing Natal, Harminsyah Batubara, H. Samsul Anwar Lubis, dan anggota Komis I, Iskandar Hasibuan. Selain Komisi IV, kunjungan ini juga diikuti Kabid Sosial Dinas Kependudukan, Ramlan, dan Camat Panyabungan Kota, Drs. Syahnan Batubara.
Kunjungan ini terutama bertujuan untuk melihat langsung kehidupan Husin Rangkuti, salah seorang kepala keluarga miskin di Desa Sarak Matua. Ayah berusia 50 tahun ini tinggal di sebuah gubuk berukuran 2,5 x 3 meter berdinding papan bekas, dengan empat orang anaknya: Ega, Fatimah, Ali Atas, dan Daud. Istrinya meninggal sembilan tahun yang lalu, dan sejak beberapa tahun terakhir Husin menderita sakit. Praktis, ia tak bisa bekerja untuk mengihidupi keempat anaknya, apalagi untuk menyekolahkan mereka. Jadi, hanya Fatimah yang sekolah, itupun dengan susah payah. Kondisi ini sudah tentu mengusik rasa kemanusiaan kita.
Kemiskinan memang selalu mendorong berbagai ketimpangan sosial. Husin misalnya, karena sakit, tidak punya pekerjaan, dan tidak mampu menyekolahkan anaknya. Jangankan punya lahan pertanian, untuk tempat gubuknya saja ia harus meminjam tanah orang lain.
Benar kata kepala desa Sarak Matua. Tanah yang sedikit bukan hanya memicu kemiskinan, tetapi juga mendorong pada kejahatan. Dalam konteks seperti itu, banyak hal yang patut direnungi lagi bahwa kemiskinan bukan hanya persoalan memiliki atau tidak memiliki, tetapi juga melekat berbagai dimensi sosial lain. Karenanya, kunjungan Komisi IV ini, idealnya bukan sekedar mempertontonkan kepedulian pada keterpinggiran keluarga miskin yang amat banyak jumlahnya di berbagai desa di Mandailing Natal, tetapi juga bagaimana menyusun terobosan-terobosan yang jitu untuk segera memberdayakan kehidupan keluarga miskin tadi di hadapan zaman yang amat sulit ini. (Ask).