Minggu, 30 Oktober 2011

Kunker Komisi I ke Sibolga


DARI KUNKER KOMISI I DPRD MADINA KE SIBOLGA


Mandailing Natal memang harus banyak belajar dari kabupaten mana saja yang sudah lebih dulu maju. Karena itu, Selasa (20/9) Komisi I DPRD Madina melakukan kegiatan kunjungan kerja ke Kabupaten Tapanuli Tengah. Rombongan yang dipimpin M. Ja’far Rangkuti itu langsung melakukan pertemuan dengan pimpinan DPRD Kabupaten Tapteng di gedung dewan. Selesai dialog, dilanjutkan dengan studi banding ke SMP Negeri 2 Pandan Nauli. Selain disambut oleh Kepala Dinas Pendidikan Tapteng, juga disambut kepala sekolah, Anwar Said, S.Pd.
Studi Banding ke sekolah unggulan ini bukan tanpa maksud. Selain untuk melihat langsung berbagai keunggulannya, juga diniatkan untuk dijadikan bahan kajian untuk memajukan pendidikan di kabupaten Madina. Sebab, harus diakui, 12 tahun Madina, masih perlu banyak belajar dari kabupaten lain yang sudah lebih tua. “Hanya dengan melakukan berbagai terobosan, kita bisa mempercepat pembangunan di kawasan ini. Dengan berbagai potensi yang kita miliki, terutama di bidang pendidikan, kita yakin kemajuan pendidikan di Mandailing Natal masih dapat kita percepat,” demikian komentar M.Jafar Rangkuti, ketua Komisi I.
“Itu semua tergantung nawaitu dan pimpinannya,” timpal Iskandar Hasibuan, sekretaris Komisi I. “Apapun yang akan kita lakukan tidak akan bermanfaat selama tidak didukung dengan niat baik dan profesionalisme jajaran manajerial dinas pendidikan.”
Ir. Wildan Nasution, wakil ketua Komisi I, menambahkan, “Pemerintahan baru Madina harus mampu menunjukkan komitmen pemberdayaan pendidikan di kawasan ini. Sudah saatnya kita melakukan perubahan yang lebih signifikan dengan upaya-upaya yang lebih nyata, bukan cuma polemik.”
“Sejak awal kita yakin dengan niat baik pemerintahan baru ini,” H. Martua Nasution LC, MA, anggota Komisi I mewakili PKS, menambahkan. “Mudah-mudahan Pak Dayat tidak ceroboh dengan memilih manajerial yang tidak tepat. Kalau itu sempat terjadi, kita akan sangat malu kepada rakyat.”
Ir. Zubeir Lubis lain lagi. Katanya, “Harus ada revolusi pendidikan di Madina. Kita harusnya malu, anak-anak cerdas Madina sekolah di daerah lain, karena mutu pendidikan di sini rendah.”
“Banyak yang bisa kita lakukan,” Dodi Martua, S.Pi. menimpali. “Asal Komisi I juga tetap tegas mengawal kebijakan pendidikan. Jangan semangatnya pada saat kunjungan saja.”
“Rapat-rapat rutin dengan jajaran Dinas Pendidikan harus kita perbanyak,” demikian usul Sahirman, SP, anggota Komisi I mewakili PAN.
Rahmad Risky dari Fraksi Demokrat setuju. Katanya, “Pendidikan harus dikawal, jangan seperti selama ini.”
Kunjungan ke SMP Negeri 2 Pandan Nauli memang membuat haru. Betapa tidak, dengan anggaran yang amat kecil dan gedung yang teramat sederhana, sekolah yang baru berusia sembilan tahun itu dapat meraih berbagai keberhasilan. Sekolah yang berakreditasi A dengan skor 92,54 itu meraih Juara I Siswa Berprestasi Tingkat Kabupaten, Juara 1, 2, 3 Olimpiade IPS Tingkat Kabupaten, Juara 6 Olimpiade Fisika Tingkat Provinsi, Juara 1 dan 2 Olimpiade Biologi Tingkat Kabupaten, dan Juara 2 LIPR tingkat Nasional. Selain itu, sekolah ini juga memiliki rata-rata UN 9,00 sehingga meraih peringkat 1 perolehan nilai UN tingkat kabupaten.
Di bidang non akademik, SMP Negeri 2 Pandan Nauli juga mengukir prestasi yang membanggakan. Misalnya, Juara 4 Tingkat provinsi untuk lomba Lingkungan Hidup dan Juara 2 Tingkat Nasional Lomba Karate. Itu belum lagi kejuaraan tingkat kabupaten kota dalam bidang gerak jalan, vokal group, seni lukis, story telling, cipta lagu, catur, bulu tangkis, tenis meja, tari kreasi, vokal solo, menulis cerpen, dan baca Al Qur’an.
Coba bandingkan dengan sekolah-sekolah tua di Mandailing Natal! Prestasi nasional apa yang bisa kita raih! Rata-rata kelulusan memang naik setiap tahun. Tapi semua tahu, sekolah mana yang tidak membagikan kunci jawaban kepada peserta UN. Lebih dari itu, rata-rata sekolah kita cuma akreditasi C.
Kabag Humas DPRD Madina, Drs. Askolani, menimpali, “Coba bandingkan dengan abad 19, ketika Kweekschool Tano Bato dikelola Willeam Iskander. Lulusannya bisa menguasai lima bahasa, belasan orang di antaranya jadi penulis buku. Bahkan ketika peserta didik ujian akhir sekolah, gubernur Sumatera turun melihat, juga menteri pendidikan kolonial. Bayangkan, itu di Mandailing, di masa kolonial, jauh sebelum merdeka. Sekarang, 66 tahun merdeka dan 12 tahun Madina, pendidikannya tetap bobrok. Saya setuju revolusi pendidikan di Madina, mulai dari revolusi kebijakan, revolusi anggaran, revolusi manajerial, revolusi sistem pendidikan daerah, sampai revolusi sistem pembelajaran. Kalau begini terus, kapan majunya?”