Minggu, 30 Oktober 2011

Pansus SMM Terbentuk


PANSUS SMM DPRD MADINA TERBENTUK


Kamis (30/6), Pansus DPRD Madina melakukan pertemuan dengan Manajemen PT. Sorik Mas Mining (SMM). Acara yang berlangsung di ruang rapat pansus itu dihadiri manajemen PT SMM yang diwakili oleh General Maneger PT SMM dan GM Corporated Development, Paul Du Plessis. Selain itu, ia juga didampingi tim SMM lain, yakni Irwanto (geologist), M. Zainur Arifin (Kepala Teknik Tambang), Atok Kuntarto (geologist), Taruli EP (Safety), dan Panyahatan (Security).
Pansus dihadiri oleh ketua Pansus SMM, H. A. Riyadi Husnan, LC, Ir. Wildan Nasution (Wakil Ketua), . Bakhri Efendi Hasibuan, SH (Wakil Ketua), Iskandar Hasibuan (Sekretaris), dan anggota: Binsar Nasution, Ilyas Siswadi, S.Pd., Ir. Ali Mutiara Rangkuti, H. Sobirin Rangkuti LC, HM. Jakfar Skuhairy, Ja’far Siddiq Nasution, Arsidin Batubara, Drs. Irwan Nasution, Ir. Abd. Kholil Nasution, Hj. Riadoh Rangkuti, H. Amiruddin Nasution, dan Zulkarnen Nasution, SE.
Pansus yang terbentuk pasca konflik sosial masyarakat Huta Godang Muda sekitar dengan PT SMM pada 29 Mei yang lalu, terbentuk karena keprihatinan DPRD Mandailing Natal atas dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Konflik yang menyebabkan terbakarnya kamp PT SMM dan tertembaknya seorang warga itu telah membuka dimensi baru atas keberadaan perusahaan pertambangan yang sebagian sahamnya dimiiki Australia itu. Konflik itu bukan hanya menyangkut aspek hukum saja, tetapi juga aspek sosial, terutama bagi warga sekitar. Apalagi amat disayangkan, sesuai dengan press rilis DPRD Mandailing Natal tanggal 9 Juni yang lalu, Pemkab Mandailing Natal tampak gagal memproteksi hak dan kedaulatan ekonomi yang melekat pada rakyat yang telah dijamin UUD 45.
Ketua DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay, SH menyampaikan bahwa Pansus SMM sekurang-kurangnya bertujuan untuk memperoleh masukan tentang 1) kebijakan investasi yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berkeadilan, 2) dampak sosial dan lingkungan yang mungkin ditimbulkan atas investasi, 3) jaminan atas kehidupan yang berkeadilan bagi masyarakat sekitar dan Mandailing Natal, 4) kontribusi investasi terhadap pembangunan daerah, dan tentu juga 5) rekomendasi atas solusi, kebijakan, dan keberlanjutan PT SMM.
Pansus yang mulai bekerja tanggal 14 Juni yang lalu, telah memanggil berbagai pihak untuk memperoleh informasi. Mulai dari Pemkab Mandailing Natal, Polres Madina, dan tentu juga manajemen PT SMM yang  berlangsung hari ini.
Dalam sidang Pansus beberapa anggota meminta informasi seputar keberadaan nyata PT SMM, mulai dari perizinan, hak pakai atas TNBG, nilai investasi, cadangan emas, dan berbagai kebijakan PT SMM lain.
Manajeman PT SMM secara umum menyampaikan bahwa perusahaan itu hanya seperempat dari besarnya perusahaan tambang lain, Freport misalnya. Juga tidak benar katanya kalau perusahaan itu telah memasuki tahap ekploitasi. Mereka juga mengaku kewalahan atas banyaknya tuntutan bantuan sosial kepada masyarakat, padahal PT SMM masih dalam tahap eksplorasi, belum produksi. Masyarakat menurut mereka tidak sabar.
Manajemen SMM juga menjelaskan rumitnya perizinan yang mereka jalani terutama karena menyangkut blok non-aktif kawasan hutan lindung. Juga tentang besarnya biasa ekplorasi yang diperkirakan menyita dana USD 19.806. Pada tahap produksi nanti, sebanyak USD 235/kg akan dibayarkan sebagai royalti setelah tahap produksi di atas >2000 kg. Itu belum termasuk CSR (Program Pengembangan Masyarakat.
Sebaliknya, peserta Pansus mempersoalkan seringnya SMM berganti manajemen yang diduga hanya akal-akalan untuk mengkelabui janji-janji yang diberikan. SMM juga tidak transparan atas cadangan emas yang ada di wilayah eksplorasi perusahaan itu. Manajemen SMM juga tampak tidak terbuka dan kurang mampu bersosialisasi dengan berbagai elemen di luar perusahaan itu. Berbagai kekurangan itu dinilai sebagai faktor yang mendorong timbulnya bentrok sosial beberapa hari yang lalu.